Minggu, Juni 15, 2025

5 Berita terbaik

Jangan Lewatkan

Kinerja Kejari Buton Dipertanyakan, Skandal Fee Proyek dan Dana TPP Mandek Tanpa Kepastian

BUTON, SEGMENSULTRA.COM – Kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton, Sulawesi Tenggara, tengah menjadi sorotan publik. Hal ini menyusul lambatnya penanganan dua kasus dugaan korupsi besar yang menyeret nama mantan Penjabat (Pj) Bupati Buton, La Haruna, dan istri sirinya berinisial NA.

Dua kasus yang menjadi perhatian utama adalah dugaan skandal fee proyek selama masa jabatan La Haruna serta persoalan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) tahun 2024 yang belum dibayarkan meski telah disetujui oleh DPRD dan diatur dalam regulasi resmi.

Skandal fee proyek tersebut telah resmi dilaporkan oleh Barisan Muda Anti Korupsi Kepulauan Buton (BMAK-KB). Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian hukum maupun perkembangan signifikan dari pihak Kejari Buton.

Di sisi lain, anggaran TPP tahun 2024 senilai Rp 24 miliar yang telah tertuang dalam Peraturan Bupati Buton Nomor 16 Tahun 2024, justru direfocusing sebagian besar ke sektor lain, seperti belanja fisik sekitar Rp 8 miliar dan Alokasi Dana Desa (ADD) sekitar Rp 12,5 miliar.

Pembayaran TPP pun hingga kini belum terealisasi, meskipun telah mendapatkan legitimasi dari DPRD Buton. Informasi yang diperoleh media ini, sejumlah bendahara dinas telah dipanggil untuk di klarifikasi oleh Kejari Buton.

Koordinator BMAK-KB, LM Irmansyah Arifin, mempertanyakan komitmen Kejari Buton dalam memberantas praktik korupsi.

“Ada apa dengan Kejaksaan Buton? Kenapa lambat menangani kasus yang sinyal pelanggarannya sudah sangat jelas? Ini patut dipertanyakan,” ujar Irmansyah, Minggu (1/6/2025).

Ia menambahkan bahwa pihaknya mendengar isu adanya dugaan intervensi politik melalui jalur partai untuk membungkam penanganan dua kasus tersebut.

“Kalau Kejaksaan tidak bergerak cepat, maka dugaan adanya permainan atau bahkan upaya penyuapan terhadap oknum kejaksaan patut diselidiki. Kalau memang tidak menerima suap, buktikan itu secara transparan ke publik,” katanya.

Irmansyah menegaskan bahwa BMAK-KB siap membawa persoalan ini ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra dan bahkan Kejaksaan Agung RI, agar kasus ini ditindaklanjuti secara profesional tanpa tebang pilih.

Menanggapi kritik tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Buton melalui Kepala Seksi Intelijen, Norbertus Dhendy Restu Prayoga, menegaskan bahwa pihaknya tidak melempem dalam menangani perkara. Ia mengakui adanya keterbatasan SDM yang membuat beberapa kasus harus diprioritaskan secara bertahap.

“Kami tidak diam. Kami kekurangan SDM, sementara kami juga sedang fokus pada penyelesaian kasus besar seperti proyek Gedung Expo,” jelas Norbertus saat dikonfirmasi via telepon pada Sabtu (25/5/2025).

Untuk kasus fee proyek, kata Norbertus, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di bidang Pidana Khusus (Pidsus) sudah mulai menelaah kelengkapan berkas dan saat ini tengah menunggu disposisi dari Kepala Kejari untuk melanjutkan ke tahap penyelidikan.

“Prosesnya berjalan. Setelah disposisi dari Pak Kajari, baru kami bisa mulai tahap penyelidikan secara resmi,” tegasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa sebelum memasuki tahap penyelidikan, pihaknya wajib melakukan proses penelaahan informasi dan klarifikasi dokumen yang ada, agar semua prosedur berjalan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Mandeknya penanganan dua kasus yang dianggap strategis ini membuat kepercayaan publik terhadap Kejari Buton berada di ujung tanduk. Masyarakat dan aktivis anti-korupsi berharap Kejaksaan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara adil, profesional, dan tanpa intervensi politik.

Jika tidak segera dituntaskan, dua kasus ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di wilayah Kepulauan Buton, serta membuka ruang spekulasi adanya permainan politik dan kompromi di balik layar.(Adm)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini