BUSEL, SEGMENSULTRA.COM – Barisan Pemuda Mahasiswa Buton Selatan (BPMB) kembali mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang kedua kalinya di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton Selatan (Busel), untuk membahas proyek pembangunan Water Front City Bandar Batauga. Proyek ini diberi anggaran sebesar 5 miliar rupiah dan saat ini diduga mengalami kemacetan.
Pembangunan Water Front City, yang mengusung konsep kota-kota kecil di tepian pantai, telah menuai sejumlah kontroversi. Hanya dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, kerusakan parah terjadi pada konstruksi proyek ini, yang tidak sesuai dengan kondisi asli lokasi pembangunan.
Ketua BPMB, Diwan Lex, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tanggapan kurang serius dari DPRD Buton Selatan, Plt. Sekda, Kepala Dinas PU, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dalam menangani permasalahan pembangunan Water Front City dengan anggaran sebesar 5 miliar rupiah. Diwan Lex mencatat bahwa hanya lima anggota DPRD yang hadir dalam RDP, padahal anggota DPRD Buton Selatan berjumlah 20 orang.
“Surat RDP yang dikeluarkan oleh Ketua DPRD, La Ode Armada, tanggal 18 September 2022, ternyata tidak dihadiri oleh beliau sendiri. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai representasi DPRD yang seharusnya mewakili langsung masyarakat Buton Selatan” ungkap Ketua BPMB, Diwan Lex, 20 September 2022.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Evaria, seorang anggota BPMB, mengingatkan bahwa setiap proyek pembangunan di daerah harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat, termasuk dampak ekonomi. Mayoritas masyarakat pesisir Bandar Batauga adalah petani rumput laut, dengan sekitar 300 kepala keluarga yang menggeluti profesi ini. Mereka telah membudidayakan rumput laut selama lebih dari 30 tahun.
Menurut Evaria, dengan produksi minimal 5 ton rumput laut per kepala keluarga per musim, pendapatan per kapita mencapai Rp 150.000.000,- per musim. Dengan 300 petani rumput laut, omset per musim mencapai Rp 45.000.000.000,-. Bahkan, beberapa petani mencapai produksi 7 hingga 10 ton per musim.
“Perlunya kajian ekonomi dan budaya yang mendalam dalam perencanaan pembangunan wilayah pesisir. Jika pembangunan Water Front City tidak dapat menjamin peningkatan pendapatan per kapita, maka perlu dilakukan kajian ulang terhadap kebijakan tersebut. Dalam konteks ini, penting juga untuk mengapresiasi dan mendukung petani rumput laut Bandar Batauga yang menjalankan usaha mandiri mereka, yang turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional” Katanya.
La Ode Ardian, salah seorang koordinator lapangan BPMB, mencatat bahawa ada dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Water Front City yang dianggarkan 5 miliar rupiah pada tahun 2022. Kerusakan yang terjadi dalam waktu singkat mengundang dugaan serius terhadap manajemen proyek.
“Saya sangat prihatin dengan pembangunan Water Front City yang mangkrak saat ini, Namum pemerintah daerah mengucurkan kembali anggaran pembangunan Water Front City Melalui Perkada tahun 2023 dengan pagu anggaran 1 Miliar” ungkap La Ode Adrian.
Adrian juga menduga kadis PU Buton selatan seakan menyembunyikan persoalan ini, bahwa pihaknya telah meminta dokumen Mater plant dan Detail Engineering Design (DED) pada pembangunan Water fron City Namum sampai saat ini dokumen tersebut belum diberikan.(Adm)